Sejarah Dusun Relokasi Pelem

Kisah Perjalanan dari Bencana Menuju Harapan Baru

22 November 1994: Erupsi Gunung Merapi

Sejarah Dusun Relokasi Pelem berawal dari letusan Gunung Merapi pada 22 November 1994. Peristiwa ini menjadikan Dusun Ngandong, yang merupakan tempat tinggal asal warga, sebagai Kawasan Rawan Bencana (KRB) tingkat 3. Bencana ini memakan korban jiwa dan luka bakar, sehingga mendorong pemerintah untuk mencari solusi permanen demi keselamatan warga.

1996: Awal Mula Pembangunan Relokasi

Pemerintah, melalui Dinas Sosial, memprakarsai pemindahan warga ke lokasi yang lebih aman. Tempat ini kemudian diberi nama "Relokasi Pelem", diambil dari kata 'relokasi' yang berarti pemindahan dan 'Pelem' karena lokasinya yang berdekatan dengan Dusun Pelem. Pembangunan ini merupakan hasil gotong royong berbagai pihak; dana kebencanaan dari pemerintah, 11 rumah dari bantuan Taiwan, serta masjid dan gedung serbaguna dari Pertamina.

Membangun Komunitas di Tengah Ketidakpastian

Proses pemindahan tidak berjalan mulus. Banyak warga asli Ngandong yang enggan pindah karena rasa sayang pada tanah kelahiran dan ketidakjelasan status tanah di lokasi baru. Tanah relokasi merupakan Tanah Kas Desa (TKD) seluas 5,6 hektar yang statusnya belum hak milik. Dari 110 unit rumah yang dibangun, hingga kini hanya sekitar 70 kepala keluarga yang menempati.

Masa Kini dan Harapan Terbesar

Kini, warga Relokasi Pelem terus berkembang dengan berbagai kemajuan, seperti munculnya kesenian Kubro Siswo dan pemanfaatan teknologi. Namun, tantangan utama masih ada, terutama menyusutnya lahan dan sumber daya manusia. Harapan terbesar warga adalah adanya kepastian hukum atas status kepemilikan tanah. Mereka berjuang agar tanah yang telah mereka tempati sejak 1994 bisa menjadi hak milik, memberikan rasa aman, dan menjadi fondasi untuk membangun masa depan dusun yang lebih mandiri dan sejahtera.